Senin, 10 Februari 2014

peran KUA dalam mewujudkan Keluarga SAMARA



Janganlah tolak beban tugas kewajiban
agar kau dapat menikmati pemukiman yang terbaik disamping Tuhan,
Usahakan taat dan patuh, wahai orang-orang yang ceroboh...
Kemerdekaan adalah hasil paksaan,...
Dengan taat, orang tak bernilai menjadi tinggi
(Muhammad Iqbal),

            Begitulah salah satu bunyi sajak sang arsitek negara Islam Pakistan sekaligus salah satu intelektual Islam modern adab ke-20, Muhammad Iqbal. Tentunya rangkaian kata penuh makna ini, pantas kita sambut dan dijadikan inspirator bagi seorang Penghulu di Kantor Urusan Agama (KUA) lebih-lebih bagi institusi yang menaunginya yaitu Kantor Urusan Agama diseluruh  Indonesia.
Pendahuluan
            Untuk mendapatkan tempat mulia disisi Allah, setiap lembaga seperti KUA maupun perorangan harus menaati aturan-aturan yang dibuat oleh Negara (baca : UU No. 1 tahun 1974 dan) serta menjalankan Visi dan Misi bidang yang manaunginya ( baca juga : Visi dan Misi Direktorat Urusan Agama Islam**)  karena dengan sikap taat dan patuh terhadap aturan-aturan yang  mendasarinya, menjadikan derajat lembaga itu lebih tinggi bahkan akan memperoleh kebebasan dari setiap permasalahan atau penyimpangan yang mungkin lupa dilakukan, lebih-lebih bisa menjadi ladang ibadah bagi pelakunya (Penghulu).


**Visi “ Seluruh keluarga muslim Indonesia bahagia dan sejahtera baik material maupun spiritual yang mampu memahami, mengamalkan dan menghanyati nilai-nilai keimanan, ketaqwaan dan akhlaqul karimah dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara”.

  Misi “Meningkatkan pelayanan prima dalam pencatatan pernikahan, pengembangan keluarga sakina, pembinaan jaminan produk halal, pembinaan ibadah sosial dan kemitraan umat”

            Hasil penelitian yang dilakukan Moh. Zahidi (Baca : 25 tahun Pelaksanaan Undang-Undang Perkawinan : 2003), khususnya di Jawa Timur, masih banyak praktek perkawinan dini, perkawinan  sirri dan  poligami ilegal. Lebih parah lagi , fenomena perkawinan yang tidak dihadiri oleh Kepala KUA/Penghulu dengan diwakilkan kepada Pembantu Petugas Pencatat Nikah (P3N), dengan sebuah alasan kurangnya petugas Pencatat Nikah (Penghulu)  di KUA Kecamatan. Padahal kurangnya Penghulu bisa diatasi jika menerapkan manajemen waktu yang baik dan tepat, Bukankah seperti itu sebuah Lembaga Pemerintah yang baik dan benar?.
            Namun, bagaimana jika tugas dan kewajiban KUA tersebut gagal dilakukan khususnya perannya dalam menciptakan Keluarga sakinah, maka hal demikian yang menjadi pemikiran kita semua.
Menuju Keluarga Sakinah
            Mukti Ali, selaku menteri Agama, pernah mengatakan dalam pidato penutupan kursus BP4 tanggal 8 Oktober 1972 bahwa untuk membangun negara yang kuat harus terdapat keluarga yang kuat, membangun negara yang adil  harus tercipta negara yang adil, mendapatkan negara yang makmur harus terbentuk negara yang makmur. Mustahil tercapai pembangunan negara tanpa membangun keluarga dengan sebaik-baiknya.
Allah SWT. menciptakan hukum perkawinan (keluarga) agar pasangan suami isteri menjadi kekal, tidak mudah putus, tidak rapuh karena godaan dan selalu bahagia. Oleh karena itu maka harus diusahakan ikatan ini terus terjaga keharmonisan dan kepanasannya, agar jangan sampai lekas dingin, kurang bergairah bahkan membosankan. Bertahun-tahun saling mengenal namun akhirnya pudar juga dikarenakan  kurang pemahaman tentang keluarga.
Istilah keluarga Sakinah muncul berdasarkan firman Allah dalam surat ar-Rum (21) yang menyatakan tujuan berkeluarga adalah untuk mendapatkan ketenangan dan ketenteraman atas dasar mawaddah warahmah. Kata “sakinah” mempnyai arti ketenangan dan ketentraman jiwa. Dan disebutkan enam kali dalam al-Qur’an yaitu surat al-Baqarah (248), at-Taubah (26/40), al-Fath (4/18/26) serta dijelaskan bahwa sakinah itu didatangkan oleh Allah kepada para nabi dan orang-orang yang beriman agar tabah menghadapi tantangan dan musibah. Konsep keluarga sakinah yang bernuansa agama ini mungkin solusi bagi keluarga modern seperti sekarang ini. Dalam perkembangan hukum keluarga di Indonesia kita mengenalnya keluarga Sakinah Mawaddah Warahmah. Sakinah bermaknah tenteram dan tidak gelisah, Mawaddah bermakna penuh cinta dan Warahmah bermaknah kasih sanyang.
Melalui BKKBN, Pemerintah telah berupaya untuk membina keluarga Indonesia untuk menjadi keluarga yang sejahtera. Menurut UU No.10/1992 pasal 1/2,  Keluarga sejahtera adalah keluarga yang dibentuk atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan material yang layak, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki hubungan yang serasi, selaras dan seimbang antar keluarga dan masyarakat dan lingkungan.
Kemudian pada tahun 2001, visi keluarga Indonesia lebih ditingkatkan, berubah dari keluarga sejahtera menjadi keluarga berkualitas yakni keluarga yang sejahtera, memiliki wawasan ke depan, sehat, maju, mandiri, bertanggung jawab, harmonis dengan jumlah anak yang ideal dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sehingga sebagai salah satu contoh, bahwa profil keluarga berkualitas menurut BKKBN, sebenarnya  tidak lagi membatasi jumlah anak, berapa saja asalkan mereka semua berkualitas dan terpenuhi kesejahteraannya. Hal ini selaras dengan kesepakatan dunia dalam International Conference on Population and Development  (ICPD) di Kairo Mesir 1994, bahwa pendekatan pembangunan kependudukan yang selama ini menekankan kepada kuantitas menjadi pendekatan kualitas dengan menghormati hak-hak azasi manusia termasuk hak-hak reproduksi.
Kepartemen Agama melalui Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji No: D/71/1999 Bab III pasal 3, telah mengelompokkan Keluarga Sakinah terdiri dari kelompok Pra Sakinah, Keluarga Sakinah I, Keluarga Sakinah II, Keluarga Sakinah III, dan Keluarga Sakinah III Plus. Indikator keberhasilan dari kreteria keluarga sakinah menurut program ini adalah bila keluarga sudah mencapai kreteria keluarga sakinah III Plus, yaitu keluarga yang dibina atas dasar perkawinan yang sah, mampu mengamalkan dan menghayati serta mendalami nilai-nilai  keimanan, ketakwaan dan akhlak mulia secara sempurna, memenuhi kebutuhan sosial psikologis dan pengembangannya serta dapat menjadi suri tauladan bagi lingkungannaya. Upanya Kementerian Agama inipun sebenarnya merujuk kepada UU perkawinan No.1 1974 pasal 1/1 bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluaraga (rumah tangga) yang bahagia da kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa.
Munculnya UU No.1 1974 tentang perkawinan sebenarnya telah mengubah paradikma baru, yang semula perkawinan hanya dipandang sebagai perbuatan ibadah saja, namun lebih dari itu sebagai perbuatan sosial dan hukum. Maka pantaslah bila keluarga dijadikan markas atau pusat dimana denyut pergaulan hidup bergetar. Karena urusan keluarga bukan lagi urusan pribadi namun sudah menjadi perbuatan sosial dan hukum.
            Menurut Al-Qura’an Surat Ar-Rum ayat 21 dijelaskan ada tiga kategori bahwa keluarga disebut Sakinah, Mawaddah dan Rahmah (keluarga yang tenteram, penuh rasa cinta dan kasih sayang serta bahagia) yaitu sebuah keluarga yang mampu memberikan kebahagiaan, memberikan rasa cinta dan rasa kasih sayang terhadap seluruh anggota keluarganya.
            Kata mampu juga berarti keluarga yang mampu memndidik dan membimbing anak dan isteri kepada jalan yang benar berdasarkan nilai-nilai agama, mampu melanyani secara wajar, mampu memberikan nafkah lahir maupun batin, mampu bersosialisasi dengan lingkungan masyarakat serta bertanggung jawab.
            Jadi keluarga sakinah adalah keluarga yang dibina berdasarkan perkawinan yang sah, mampu memenuhi hajat hidup lahir dan batin, spiritual dan material yang layak, menciptakan suasana saling cinta dan sayang serta serasi dan seimbang berdasarkan nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan dalam kehidupan keluarga, masyarakat dan negara.
            KUA sebagai institusi paling bawah Kementerian Agama, diharapkan menjadi ujung  tombak sekaligus penggerak utama (prime mover) dalam memberikan pelayanan prima kepada masyarakat, lebih-lebih pelaksanaan perkawinan dan rumah tangga dengan segala demensi permasalahanya. Sehingga visi luhur Kementerian Agama dalam menjadikan agama sebagai inspirator pembangunan, motivator terwujudnya toleransi beragama serta misi penghayatan moral dan pendalam spiritual bisa terwujud. Maka lembaga yang pertama dan utama yang bisa KUA bina adalah keluarga melalui perkawinan.
Peran KUA dalam Menciptakan Keluarga Sakinah
            Masih ingatkah kita, Tajmahal di India,  berdiri megah dan mewah diukir dengan keringat cinta seorang Shah Jahan untuk isteri tercinta Mumtaz, begitu juga menara Ifeel di Prancis, menjulang tinggi dan indah dengan cahaya lampu, terpasang karena cinta. Termasuk Ka’bah di Mekah, dibagun sebagai tempat dan sarana  kecintaan Tuhan dengan mahluk-Nya. Namun hal tersebut tidak akan terwujud bahkan tidak bermakna bila rasa cinta yang ada tidak tersalurkan melalui cara yang benar. Sehingga bahtera cinta itu hanya sebuah keindahan yang kering akan makna dan akhirnya menjadi sebuah aib karena melanggar keimanan dan agama karena  tidak memiliki tujuan akhir dari cinta sejati.
            Maka bahtera cinta yang benar dan bertanggung jawab itu, harus diawali dengan menikah, menikah yang dirayakan oleh orang-orang berjasa disekitar kita, tetangga ikut menyaksikan dan mendo’akan, Penghulu ikut mencatat serta orang tua menjadi wali dan mengijabnya. Dari situlah awal kebahagiaan yang dijanjikan oleh Allah, Sang Pemilik Cinta.
            Dengan menikah, ada jaminan bahwa mereka akan sempurna dalam mengarungi samudera menuju pelabuhan cinta yang diinginkan yaitu kebahagiaan yang dipraktekkan oleh pesona cinta manusia-manusia yang beriman dan bertaqwa kepada pemberi cinta yaitu Allah SWT. Harapannya,  KUA menjadi  pelabuhan awal dari romantisme cinta yang telah dibangun oleh sepasang manusia. Dengan berlabuh di KUA mereka akan mendapatkan tiket, menjadi nahkoda sekaligus penumpang yang sah dan  bahagia secara pribadi, sosial dan hukum. Tidak ada lagi fitnah, curiga, masalah muncul dikemudian hari.
            KUA sebagai lembaga keagamaan di Kecamatan, berperan menciptakan kebahagiaan pasangan suami isteri tersebut, peran itu dikenal dengan  Misi Direktorat Urusan Agama Islam.  Hebatnya, andaikan misi ini didukung dengan dana yang cukup serta Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas dan profesional maka Kementerian Agama dalam hal ini KUA, akan menjadi lembaga yang dicari dan dibanggakan masyarakat. Misi itu adalah Pelayanan Prima Dalam Pencatatan Pernikahan, Pengembangan Keluarga Sakinah, Pembinaan Jaminan Produk Halal, Pembinaan Ibadah Sosial Dan Kemitraan Umat.
            Sayang, Realitas yang terjadi, Program-program hebat Kementerian Agama baik tingkat Kanwil maupun Kabupaten tersebut, tidak bisa berjalan dengan baik “Laa yamuutu wa laa yahyaa”, tidak bisa bermutu karena tidak ada biaya ketika dilaksanakan di KUA Kecamatan, sehingga terkesan dan terpaksa program KUA hanya pelayanan pencatatan Nikah dan Rujuk saja.
            Lantas, Apa peran KUA dalam menciptakan Keluarga Sakinah?. Jawabannya adalah Lima Misi Direktorat Urusan Agama Islam itu sendiri yang harus di kembangkan dan diperjuangkan anggarannya secara proporsional  oleh pimpinan.  Memang, semua tugas besar tersebut menjadi tufoksi Bidang Urusan Agama Islam tentu juga menjadi tugas KUA di Kecamatan. Tidak hanya itu, Pelayanan ibadah tahunan seperti Haji dan Zakat pun memerlukan peran aktif KUA sebagai garda terdepan Kementerian Agama. Mengapa? Karena ke lima misi itu adalah program hebat yang saling keterkaitan dan bersinergi. Sehingga dari situlah keluarga sakinah akan terwujud bahkan menjadi keluarga sakinah versi KUA.
Sebagai pelaksana Pencatatan Nikah secara Maksimal
            Pernikahan yang diawali dengan cinta dan dicatat adalah awal  kebahagiaan pasangan pengantin baru. Dengan dicatat, seseorang telah melaksanakan cinta tersebut dengan sungguh-sungguh dan bertanggung jawab terhadap pasangannya, Sebab banyak orang yang harus ia lindungi dan bangga padanya. Tidak hanya itu. Mencatatkan setiap peristiwa perkawinan adalah bukti ketaatan seorang warga negara terhadap pemerintah.
            Cinta yang berlabuh di KUA, bukanlah sebuah kriminalisasi hukum-hukum Allah pada aturan negara kita, selain pernikahan yang tercatat berdampak positi secara agama, sosial dan hukum juga perlindungan secara hukum bagi masyarakat.


Sebagai Pembinaan Keluarga Sakinah  (SUSCATIN)
            Menjadi keluarga yang sakinah  mawaddah wa rahmah adalah impian dari setiap pasangan pengantin. Bahkan kata  indah bertabur makna tersebut selalu disampaikan oleh setiap orang atau pembawa acara dalam walimatul nikah bahkan menjadi do’a bagi kita. Jadi tidak cukup pernikahan itu hanya dicatat secara legal formal saja.
            Pembinaan kepada calon pengantin sangat diperlukan baik sebelum maupun setelah pernikahan. Dengan demikian diharapkan mereka mendapatkan bekal dan tambahan pengetahuan tentang ilmu rumah tangga serta cara mempertahankannya.
Keluarga yang memiliki taraf kedewasaan diri yang baik, dapat membina rumah tangga yang harmonis  karena dengan bekal kesiapan mental yang dimiliki suami dapat menghadapi segal resiko yang bakal dihadapi dalam keluarga. Kasus pernikahan dini, yang telah dilakukan Syek Puji dengan Lutfiana Ulfa, bahkan Kasus Manohara dengan Pangeran Kerajaan Kelantan Malyasia, adalah bukti bahwa membangun keluarga harus memiliki kesiapan mental yang cukup dan tidak bisa dipaksakan akibatnya bukan kebahagian yang diperoleh namun masalah bahkan musibah. .
            Kepemimpinan dalam rumah tangga, misalnya. Dalam suarat an-Nisa ayat 34. dijelaksan bahwa peminmpin dalam rumah tangga adalah suami (laki-laki), karena laki-laki memiliki kemampuan lebih dari perempuan bahkan ia berkewajiban memberi nafkah. Rasulullah pun menjelaskan dalam sebuah hadis bahwa laki-laki pemimpin atau kepala dalam  rumah tangga. Isteri sebagai kepala selaku ibu rumah tangga dan merawat anak-anaknya.
Kepemimpinan dalam keluarga adalah upaya suami untuk menciptakan ketenteraman dan kebahagiaan dalam rumah tangga. Dengan ketauladan seorang suami dalam membangun rumah tangga, serta kasih sayang seorang ibu selaku ibu rumah tangga dengan melaksanakan kewajibannnya masing-masing. Bahkan seorang isteri yang mengetahui bahwa suaminya memiliki kepribadian yang kuat dan kepemimpinan bertanggung jawab, maka  seorang isteri akan merasakan kedamaian dan kebahagiaan  hidup bersama.
Sebagai Pembinaan Jaminan Produk Halal dan Haram
Rumah tangga yang dibangun dengan keimanan dan ketaqwaan yang kuat kepada Allah akan mewujudkan rumah tangga bahagia, setelah memahami tujuan berumah tangga dan pengetahuan keluarga sakinah maka masing-masing suami ataupun isteri mampu memposisikan diri, mengabdikan cinta dan kasih sanyang kepada pasangan dan anggota keluarganya.
Dengan keimanan, menyadarkan manusia akan keterbatasan dirinya, sehingga suatu keluarga tetap teguh memegang aqidah yang telah dijelaskan oleh kitab suci al-Qur’an dan sunnah Rasul. Kemantepan beragama pun menjadi pendorong dan tempat untuk mengembalikan serta memecahkan masalah. Sehingga suami isteri mampu melaksanakan kehidupan beragama dalam keluarga diwaktu suka maupun duka. Bahkan Allah menjamin bagi setiap manusia yang bertaqwa. penyelesaian setiap masalah dan mendapat rezeki yang tidak disangka-sangka.
Berbeda jika dalam rumah tangga yang tidak didasari oleh nilai-nilai agama, keluarga ini akan merasa gelisah dan bingung bila menghadapi masalah yang tidak kunjung selesai. Mereka lupa bahwa yang akan memberikan kebahagiaan pada setiap orang termasuk keluarga adalah Allah, ia pula yang akan mengalirkan rezeki kepada keluarga. 
            Maka, kebahagiaan tidak akan diperoleh jika kita jauh dari Allah. Hanya keimanan dan agama yang akan selalu mengiringi keluarga dalam mewujudkan keluarga yang sakinah dan kekal. Bahkan dalam menjalani kehidupan berumah tangga sesuai dengan apa yang diperintahkan agama bukan melakukan sesuai yang dilarang bahkan diharamkan oleh Allah SWT. Namun sebaliknya jika hal keimanan ini pudar maka kegagalan bahkan perceraian akan terjadi.
Produk halal dan haram juga, simbol dari perekonomian keluarga muslim yaitu perekonomian yang berdasarkan keimanan kepada Alllah. Karena Ia pencipta dan pengatur rezeki manusia. Perekonomiaan yang dilandaskan pada agama merupakan penciptaan kehidupan sejahtera di dunia dan akhirat. Kondisi ekonomi yang baik dalam rumah tangga akan menambah kemesraan hubungan suami isteri. Namun, kondisi ekonomi yang baik, tidak menjamin ketenangan dan kerukunan dalam rumah tangga pasti tercapai. Setiap keluarga muslim tetap memiliki derajat dan kewajiban yang sama terhadap Allah. Bila kewajiban tersebut terlupakan maka  mereka hidup dalam kaca imajiner yang mejenuhkan bahkan mengakibatkan kegelisahan.
Berbeda bila keluarga yang hidup dengan ekonomi yang baik, namun mereka mampu menerapkan system perekonomian yang dilandasi dengan aqidah, keseimbangan antara penerimaan dan pengeluaran serta selalu berdiri diatas usaha yang baik dan diridhoi oleh Allah, akan menjadi modal berharga dalam mengantarkan rumah tangga yang dibentuk menjadi rumah tangga yang sakinah mawaddah wa rahmah.
            Begitu juga, mengkonsumsi makanan yang halal, merupakan perintah agama dan akan berakibat baik kepada manusia. Berbeda dengan keluarga yang sering menjajankan anggota keluarga dengan makanan yang haram, tentu hal tersebut berdampak kepada pembentukan karakter keluaraga. Sesuatu  makanan yang halal berbeda dengan yang haram. Oleh karena itu. KUA berperan dalam menciptakan keluarga bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, dan diakhirat bertemu dengan Allah dalam keadaan wara’ dengan perut yang senantiasa terjaga dari makanan yang kotor dan diharamkan.           
Sebagai Pembinaan Ibadah Sosial
            Dampak yang luar biasa bagi keluarga yang selalu menjaga dari makanan yang haram dan mencari rezeki yang halal adalah dapat membentuk karakter manusia yang cinta dan sayang kepada sesama.
            Pengabdian kepada masyarakat, ia buktikan dengan mengamalkan nilai-nilai ibadah sosial dengan menyisihkan rizkinya untuk fakir miskin dan anak yatim, memeberikan pembinaan dan perhatian penuh kepada pengidap penyakit mematikan seperti HIV/AID dan   kegiatan ibadah sosial yang lainnya..
Sebagai Kemitraan Umat
            Terakhir, bila keluarga telah dikelola dengan nilai-nilai agama dan kebenaran yang penuh dengan cinta kasih, maka akan menghasilkan keluarga yang peduli kepada sesama dengan membangun sebuah kemitraan  dan kerjasama dengan orang lain maupun lembaga sosial keagamaan lainnya.
            Kecintaan sebuah keluarga kepada sesama, menggerakkan jiwa mereka untuk selalu bekerjasama dengan orang lain bahkan sadar bahwa hidup saling membutuhkan sebagai mahluk sosial. Apalagi ditopang dengan pendidikan, karena  pendidikan adalah salah satu kunci dari pencapaian kemajuan dalam hidup bermasyarakat, melalui pendidikan dapat mempercepat proses perubahan nilai, meningkatkan mutu dan kualitas anggota keluarga dalam. Banyangkan, bila seorang isteri sekaligus sebagai ibu memiliki wawasan yang luas dan keterampilan, memungkinkan dia mamapu mendidik dan menciptakan anak-anak yang baik serta dapat bergaul dengan masyarakat secara menyenangkan.
            Akhirnya mereka akan sebar aroma kebahagiaan dalam rumah tangga, dengan menjadi contoh dan tauladan keluarga lainnya sebagi pranata sosial yang sukses, kokoh, bermanfaat bagi keluarga, masyarakat sekitarnya dan berguna bagi bangsa, negara serta agama dengan predikat Keluarga Sakinah Teladan.  
Kantor Yang Berbasis Manajemen Syari’ah
Untuk mewujudkan lima peran mulia KUA Kecamatan, maka harus merubah paradigma Menajemen Modern yang selama ini kita terapkan menjadi manajemen Syari’ah. Merubah paradikma manajemen itu bukan menutup akan kemajuan zaman tetapi mendasarinya dengan nilai-nilai agama.
Pada kenyataannya, memang Manajemen Perkantoran Modern telah memberikan manfaat dan kemudahan  kepada pemimpin sebuah organisasi. Menajemen Perkantoran Modern diartikan sebagai kantor yang segala kegiatnnya serba komputerisasi. Sama halnya dengan Geoffry Mills (1990) dalam bukunya ”Modern Office Management”, yang beranggapan bahwa komunikasi dan pengelolaan data akan selalu mengalami kemajuan (BACA : Modul diklat, LAN 2006). Termasuk pemanfaatan tehnologi informasi berbasis internet. Namun sampai sekarang belum mampu merubah karakter lembaga kita, yang bernama KUA. bahkan boleh jadi kendala aplikasi sistem ini disebabkan oleh problem struktural maupun kultural yang sudah rapuh dan harus segera diperbaharui.
Keberadaan SDM, baik pada aspek kualitas maupun kuantitas memang sangat menentukan kinerja, produktifitas dan keberhasilan suatu institusi. Namun kualifikasi dan kualitas SDM jelas  dituntut seimbang  antara “knowledge, skill dan abiity  dengan komitmen moral dan integritas pribadi. Bahkan melalui penekanan pada aspek moralitas contohnya, diyakini sebagai kunci sukses (key success factor) bagi setiap institusi termasuk Kementerian Agama ini.
Dalam rangka membangun dan menyiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang handal sesuai dengan program Pemerintah, perlu merubah paradigma manajemen perkaantoran kita, yaitu shidiq, amanah, tabliq dan fathonah. Selama kita konsisten dengan paradigma tersebut serta berjalan di atas perinsip-perinsip itu, maka aktivitas pengelolaan organisasi akan berlangsung dalam suasana berkeadilan, seimbang dan bermanfa’at. Bersamaan dengan itu SDM yang disiapkan terhindar dari segala macam bentuk kebohongan, kecurangan dan penghianatan.
Percaya kepada kemampuan sendiri, tanpa bergantung kepada orang lain atau konsep lain. Akan mendorong kita pada sebuah perubahan besar. Perubahan yang baik bukan karena dipaksa namun didasari oleh kesadaran dan kekuatan sendiri dengan berupaya membangun kekuatan teamwork yang solid. Sehingga melalui kesiapan SDM yang bermoral, berilmu dan berketerampilan serta percaya kepada kemampuan sendiri, maka pengembangan manajerial perkantoran  di negeri tercinta ini, diharapkan akan bertumbuh dan berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan.
SDM yang berbasis  Syariah
Berkaca pada perkembangan perbankan syariah yang tumbuh sangat pesat dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan minat masyarakat mengenai ekonomi syariah semakin bertambah. Dalam perkembangan yang sangat menggembirakan ini disadari oleh banyak pihak bahwa kebutuhan kepada SDM berbasis Syariah merupakan suatu keniscayaan.
SDM yang berbasisi syariah adalah perilaku yang terkait dengan nilai-nilai keimanan dan ketauhidan. Jika prilaku manusia dilandasi dengan nilai tauhid, maka prilaku tersebut akan terhindar dari korupsi karena adanya pengawasan dari Allah swt. yang akan mencatat setiap amal perbuatan manusia. Perbuatan yang diharapkan dalam manajemen syariah adalah perbuatan yang bernilai abadi dan menjadi amal ibadah.
Membangun manajemen syariah  dalam sebuah institusi dan perkantoran modern merupakan tantangan yang sekaligus sebagai peluang. Isu-isu actual seperti remunerasi bagi PNS diberbagai diskusi dan media massa memang bukan sebuah  jaminan untuk dapat mengangkat dan menciptakan sebuah SDM yang professional dan unggul, akan tetapi wacana tersebut akan mendorong tumbuhnya semangat kerja keras dan peningkatan kualitas kinerja para pegawai sebagaimana yang dicita-citakan.
Ingat bahwa manajemen itu sendiri sudah ada dalam agama bahkan diperintahkan. Lihat ayat al-qur’an surat al-Hasy ayat 18 :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
Artinya :  Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan

Dalam perspektif manajemen syariah, kesadaran bahwa manusia merupakan makhluk (Q.s al-’Alaq/96:1-5) yang diciptakan sebagai “hamba” yang semata-mata mengabdikan diri kepada Allah Swt.(Q.s. al-Zariat/51:52), dan dalam waktu yang sama juga sebagai “khalifah”(Q.s al-Baqarah/2:30) yang mendapat amanah untuk mengelola bumi, meraih keselamatan dan kemaslahatan dunia dan akhirat adalah keyakinan yang melandasi semua perilaku dan aktifitas manusia. 
Melalui kedudukannya sebagai “pengabdi Allah” (‘abd Allah), manusia menampilkan jati dirinya sebagai makhluk yang senantiasa menjunjung tinggi moralitas (al-akhlaq alkarimah), sumber keunggulan dan kemulian diri. Sementara dengan kesadaran sebagai “khalifah Allah” manusia membangun dan mengembangkan ilmu pengetahuan serta keterampilannya memanfaatkan anugerah Allah. Nabi Adam As. sejak semula memang diajarkan ilmu pengetahuan, lalu dengan ilmu itu, manusia memperoleh keunggulaan (Q.s. al-Baqarah/2:31-34). Atas dasar keunggulan itulah, maka bumi dengan segala isinya, dimanfaatkan manusia sesuai dengan amanah yang diberikan oleh Allah.
Sumber daya manusia yang handal berbasis syariah pada hakikatnya harus diletakkan di atas fondasi kesadaran emosional (hamba Allah) dan rasional (khalifah Allah). Tidak ada pertentangan antara kesadaran emosional dengan kesadaran rasional dalam manajemen syariah. Sebagai hamba Allah, manusia menjadi makhluk yang ta’at yang senantiasa melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, dan sebagai khalifah Allah, manusia menjadi makhluk yang sukses dan berhasil.
Perpaduan antara keunggulan rasionalitas dan keseimbangan emosional pada gilirannya akan melahirkan spirit yang menghidupkan aktifitas yang mendapat pertolongan Allah dan mensukseskan misi mulia Kementerian Agama tersebut.
Oleh karena itu, maka upaya untuk membangun karakter (Character Building) pegawai kita dibutuhkan  taulan dan contoh dari pimpinan, sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Bila komitmen para pemimpin institusi kita berorientasi pada  syariat maka kemenangan akan dirasakan bahkan kesuksesan dan kebahagiaan akan dinikamatinya dengan sempurna.
KUA Butuh Perencanaan Stategis
Menurut John M. Bryson dalam bukunya “Perencanaan Stetegis bagi Organisasi Publik”, pernecanaan stategis merupakan perencanaan yang mendahulukan visi organisasi dari pada tujuan umum organisasi. Setiap tujuan organisasi mungkin sangat jauh dari keberhasilan karena keberhasilan itu bukan suatu hal yang konkrit pasti tercapai, namun keberhasilan lebih pada suatu proses yang mengedepankan pemenuhan dan pelayanan yang baik kepada obyek oraganisasi (masyarakat). Jika masyarakat merasa nyaman dan terpenuhi kepentingannya berarti KUA telah melakukan proses yang akan mengantarkan organisasi kepada tujuannya.
Bagi setiap organisasi apalagi tergolong organisasi modern, tentunya harus merencanakan programnya sebaik mungkin karena rasionalisasi perencanaan yang telah dilakukan dan ditetapkan nantinya, akan berdampak pada berhasil atau tidaknya tujuan organisasi.
Jika perencanaan gagal dilakukan berarti organisasi itu telah mengalami stagnan bahkan kemunduran, hal ini tidak kita inginkan. Begitu juga jika KUA hanya mampu beraktifitas dikala musin nikah saja berarti telah menjauhkan diri terhadap misi Bidang Urusan Agama Islam pada Kementerian yang bermotto iklas beramal ini.   
Kesimpulan
Keluarga yang seperti apa yang dibutuhkan masyarakt sekarang. Saatnya kita kembali kepada hukum Allah, insyaallah pasti benar dan menjadi penawar bagi rumah tangga yang selama ini lebih mengikuti arus westernisasi. Dalam surat ar-Rum (21)  dijelaskan ada tiga kategori disebut keluarga yang sakinah, pertama, keluarga yang mampu memberikan kebahagian, memberikan rasa cinta dan memberikan rasa kasih sayang terhadap anggota keluarganya.
Ada sebuah anekdok yang terkenal dikalangan aktifis organisasi, bahwa perjuangan mahasiswa/pengamat sosial didasarkan pada idealisme. Sedangkan para pejabat dan birokrasi berdasar pada realitas. Bila mahasiswa berjuang berdasarkan idealism yang ada, namun birokras yaitu KUA harus bisa membungkus realitas yang ada dengan sebuah idealisme yang bersih dan bermartanbat, pembagunan keagamaan (religious development) bangsa yang bernuansa agamis spiritual serta kreatif dan berkualitas.
Sebagai akhir dari tulisan ini, maka melalui peran KUA yang mulia ini, KUA harus lebih aktif lagi mengaktualisasikan fungsinya secara profesiaonal dan proporsional, menjadikan setiap kegiatan sebagai amal ibadah dan selalu terdepan dalam memberikan pembinaan keagamaan di masyarakat, menjadi lembaga yang ideal dengan bersungguh-sungguh, bekerja keras dan berjuang untuk menggapai cita-citanya.
 (* Mulyadi : Penghulu Muda Kecamatan Sumbersari  Kab.Jember).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar